Sabtu, 27 Oktober 2012

Kekasih


Kekasih, maafkan aku
Hari ini tak berada disampingmu
Percaya lah setiap detik hati ini hanya untukmu
Aku sudah berjanji akan menaklukan jalan,
Hutan, pagi, siang dan malam
Sampai semua akan tiba pada waktunya

Kamis, 25 Oktober 2012

Pancaroba


Kabut tebal pertanda musim akan berubah
Bunga-bunga hanya tinggal tangkai
Daun-daun berubah warna kuning kering
Tiupan angin membawanya terbang
Dari batang menuju ke tanah
Terlihat seperti kuburan masal
Dimusim dingin ia telanjang
Dimusim panas ia berpakaian tebal
Betapa perkasanya

Burung-burung tak ada lagi peneduh
Jeritan mencari kehangatan pertanda harus pergi jauh

Selasa, 23 Oktober 2012

Noisiel


Kota dimana banyak desa
Desa dimana banyak hutan
Hutan dimana ada sungai
Sungai dimana airnya jernih

Langit biru sedikit awan putih, cuaca cerah 
Kita berjelajah dengan dua sepeda tua
Kita melihat pemandangan yang sederhana nan indah
Kita melihat binatang hidup bebas di alamnya

Di sebuah pulau yang tak berpenghuni

Senin, 22 Oktober 2012

Cahaya Sinar Rembulan


Cahaya sinar rembulan
Apakah kau tidak melihat hatiku
Hati yang berselimutkan kegelapan
Kering kerontang seperti musim kemarau

Rabu, 17 Oktober 2012

Penjara


Empat tembok berdiri tegak merapat
Beratapkan gedung mewah
Hanya sepercik cahaya dan udara
Dari jendela kecil berterali besi
Aku bisa menatap kehidupan
Pintu yang tak berkunci
Namun tak terbuka bebas
Tempat duduk dari kayu
Ku jadikan tempat tidur
Besarnya tak sebesar tubuhku
Namun tetap ku bisa tidur nyenyak
Dengan selimut peninggalan sahabat
Walaupun tubuhku tersandera lingkungan

Kendaraan


Sampai pagi ini hujan belum juga reda
Sinar mentari belum mampu menembus awan
Tenda yang basah segera ku lipat
Sebelum ada warga sekitar yang melihat

Sepedaku diambil diam-diam
Oleh orang yang tidak dikenal
Apa ini pertanda aku harus beramal
Hatiku sedikit dendam
Sekarang tak ada lagi kendaraan pribadi
Mau tak mau harus berjalan kaki
Dan kadang-kadang menumpang
Agar tidak sakit pinggang

Iseng-iseng aku duduk di stasiun
Sambil memainkan gitar

Sabtu, 13 Oktober 2012

Belum Berjudul


Dia terus berjalan
Namun tanpa tujuan
Malam gelap
Semua tertidur lelap
Matanya tersayup-sayup
Hanya lampu jalanan yang hidup
Sambil mencari sisa puntung rokok
Restauran demi restauran disinggahi
Bukan untuk dirampok
Namun untuk mencari sisa nasi
Entah di desa mana
Yang terlihat hanyalah gedung-gedung tinggi
Dia mencari lahan untuk tendanya
Untuk bisa mulai bermimpi
Entah di teras apa tak jauh
Dari trotoar dia tergeletak kelelahan
Sekilas matanya melihat simbol itu


Sengkuni, Bus N130 16/08/2012

Bulan dan Matahari


Sinar terang rembulan
Berselimutkan awan hitam
Daun-daun jalanan
Melayang bersama angin malam

Mereka bilang akulah sinar kegelapan
Mereka mengagungkan keindahanku
Bahkan mereka memujaku dengan sesajen

Kekasih, aku hanyalah gumpalan abu yang gersang
Engkaulah sinar dari sinarku
Engkaulah sumber dari sumber keindahanku
Dan pujaan-pujaan itu tertuju padamu

Sengkuni, Magny le Hongre 06/08/2012

Menunggu Bus


Hembusan angin ini
Mengingatkanku pada musim semi
Sedikit sengatan matahari
Yang masih malu-malu untuk terbit
Padahal sekarang adalah
Musimnya, musim panas

Aku duduk, menunggu bus,
Lebih nyaman di beton
Diantara rumput-rumput yang subur
Dibandingkan bangku besi stasiun
Itu hanya untuk pantat-pantat
Yang tidak dicebok dengan
Harga sabun merek swalayan

Sengkuni, Clé des Champs 28/07/2012

Selasa, 09 Oktober 2012

Balada Seorang Tuna Wisma


"Dury"

Dibawah langit-langit kain parasut
Tempat aku berteduh
Beralaskan terpal, kain selimut
Aku bergulat menahan dinginnya malam
Aku terjebak dalam ketakutan yang suram
Di sebelah hutan yang liar,
Sawah gandum, batu kapur,
Aku tidur diantara mereka